PERTANIAN

Membangun Sekolah Dengan Tanaman Cengkeh

Bibit-bibit tanaman dibeli dari uang iuran sekolah. Bibitnya lebih dari 20 pohon. Lalu mulailah penanaman dilakukan. Setelah pohon-pohon cengkeh mulai berbuah, maka ditetapkanlah orang-orang yang akan mengelola hasil produksinya.

[dropcap]M[/dropcap]ungkin tak terbayangkan oleh kita, bagaimana sebuah Sekolah Dasar Negeri (SDN) 87 Manipi, di Sinjai Barat, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan bisa disebut Sekolah Cengkeh. Bukan, bukan sebuah sekolah yang khusus untuk para petani cengkeh agar dapat membudidayakan cengkeh dengan hasil yang baik. Melainkan sebuah sekolah yang salah satu sumber dananya didapatkan dari tanaman cengkeh.

Seperti dituliskan dalam buku berjudul “Ekspedisi Cengkeh” (2013) karya Puthut EA dkk,. SND 87 Manipi ini disekitarnya ditanami pohon cengkeh. Ketika musim panen tiba pada kisaran bulan Juli sampai dengan September di tiap tahunnya, pohon-pohon cengkeh itu dipetik oleh penjaga sekolah.

Pohon cengkeh di sekolah itu pertama kali ditanam pada tahun 2000 yang berdasarkan anjuran dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sinjai, agar setiap sekolah di kabupaten tersebut melakukan penghijauan dan perindangan halaman sekolah. Anjuran tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh pihak sekolah dengan menanam cengkeh, coklat, dan kopi, di sekitaran sekolah. Dua tanaman terakhir saat ini sudah ditebang lantaran tidak produktif.

Bibit-bibit tanaman dibeli dari uang iuran sekolah. Bibitnya lebih dari 20 pohon. Lalu mulailah penanaman dilakukan. Setelah pohon-pohon cengkeh mulai berbuah, maka ditetapkanlah orang-orang yang akan mengelola hasil produksinya. Zainal, sebagai penjaga sekolah, diberi tanggung jawab untuk merawat pohon-pohon cengkeh.

Menurut Muhammad Yusuf (54), Kepala Sekolah SDN 87 Manipi, pohon cengkeh ini memberi sumbangsih cukup banyak bagi pembangunan sekolah. “Cengkeh ini turut membantu sekolah, khususnya dalam membantu pendanaan sekolah. Kami rencana akan menebang seluruh pohon kopi, karena tidak lagi produktif. Yang produktif tiga tahun terakhir adalah cengkeh. Satu kali musim bisa sampai sepuluh juta,” terang Yusuf.

Panen pertama buah cengkeh dilakukan pada 2005, walau pada saat itu buahnya belumlah banyak karena pohonnya masih kecil dan pendek. Namun pada tahun-tahun berikutnya, pohon cengkeh tersebut terus tumbuh dan berbuah banyak.

Kerja mengelola hasil penjualan ini disebut ‘Bendahara Tanaman’ yang tak boleh diintervensi oleh pihak lain. Najmiati, salah seorang guru sekolah berperan sebagai bendahara sekolah. Ia bertugas mengelola dua sumber keuangan sekolah. Pertama adalah sumber dana dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan satu lagi adalah sumber dana dari tanaman cengkeh.

Zainal yang bertugas merawat dan memetik hasil cengkeh, diberikan upah sebagaimana umumnya pengupahan dalam pemetikan cengkeh: dibayar Rp2.500 per liter. Jika cengkeh sudah dipetik, lalu dijual, maka pengelolaannya mulai dibicarakan di tingkat Komite Sekolah. Selama ini, pemanfaatan hasil penjualan masih berkisar pada dua hal: untuk perbaikan dan pembangunan sekolah, serta untuk membeli seragam sekolah.

Untuk uang seragam, sekitar 30% dari keseluruhan, sisanya 70% digunakan untuk perbaikan sekolah. Seperti untuk perbaikan dinding tembok bangunan sekolah, pengecatan pagar, dan sebagainya. Akan tetapi, tidak seluruh kebutuhan membangun dan perbaikan sekolah berasal dari hasil penjualan cengkeh tersebut, melainkan hasilnya disatukan dengan dana BOS. Pelaporan hasil dari tanaman cengkeh, diberikan kepada pihak sekolah usai penjualan dan pemanfaatan.

Dinas Pendidikan Kabupaten Sinjai memberi apresiasi positif atas apa yang dilakukan oleh pihak sekolah. Apalagi memang dalam setiap pertemuan dengan Dinas Pendidikan, pihak sekolah selalu dianjurkan untuk memberdayakan kebun sekolah.

Sekarang ini halaman sekolah rindang oleh pohon cengkeh. Memang tak ada lokasi lagi untuk penanaman cengkeh di sekolah yang memiliki 16 guru ini. Dua puluhan pohon cengkeh yang ada saat ini sudah memenuhi halaman sekolah. Jadi, rencana kami, pohon cengkeh yang ada sekarang akan kami pelihara sebaikbaiknya,” tutur Yusuf.

Harga jual cengkeh kering yang bisa mencapai hampir seratus ribu per kilo, tentu sangat berguna bagi sekolah dalam upayanya untuk meningkatkan sarana dan prasarana sekolah. Di mana dampak positifnya lebih jauh, akan mampu pula meningkatkan kualitas hasil pendidikan di sekolah tersebut.

Insiatif seperti yang dilakukan oleh SDN 87 Manipi ini bisa dikatakan luar biasa yang tak hanya bersandar pada pemberian dana bantuan dari pemerintah saja untuk bisa memenuhi kebutuhan sekolah dan murid-muridnya.

Tinggalkan Balasan