PERTANIAN

Don’t Cry for Me Argentina

Lagu ini ditulis oleh Andrew Lloyd Webber dan Tim Rice saat keduanya meneliti kehidupan Evita dan didedikasikan baginya.

[dropcap]B[/dropcap]agi kalangan generasi 90-an lagu ini lekat dengan artis serba bisa Madonna, seorang superstar yang sering tampil kontroversial dan sering disebut khalayak akademis sebagai representasi sekaligus ikon jagat Postmodernisme. Ya, pada 1996 Madonna membintangi film musikal berjudul Evita. Awalnya masyarakat argentina menolak, figur Evita diperankan oleh Madonna. Seorang aktris yang tak segan mengeksploitasi sisi sensualisme untuk menunjukkan siapa dirinya. Namun itulah kelebihan Madonna, selalu total dalam berkarya.

Film Evita dibuka dengan adegan hari berkabung atas meninggalnya Evita Peron, 1952. Dibintangi oleh Madonna, Antonio Banderas dan Jonathan Pryce, film ini berkisah perjalanan hidup seorang Evita Peron. Sosok perempuan tangguh bernama lengkap Maria Eva Duarte de Peron, istri kedua Kolonel Juan Peron. Dia adalah seorang wanita yang merangkak dari garis kemiskinan dan menaiki tangga sosial setapak demi setapak hingga menduduki posisi bergengsi sebagai first lady, setelah Juan Peron terpilih sebagai Presiden Argentina. Meskipun demikian, ini bukan berarti Evita berada di bawah bayang-bayang suaminya, barangkali malah sebaliknya. Juan Peron-lah malah bisa dikatakan banyak berhutang budi pada popularitas istrinya itu. Walaupun Evita bukanlah pemimpin politik formal, tetapi kiprah aksi politiknya justru banyak menginspirasi dan memberi spirit bagi jiwa rakyat Argentina.

Ya, bagi rakyat Argentina, Evita adalah semacam dewa penolong. Sosok yang dianggap sanggup mempengaruhi dan merasuki kesadaran masyarakat Argentina khususnya kelas bawah hingga kepelosok-pelosok dan gang-gang sempit yang kumuh, kawasan kaum miskin kota dan kelas buruh kecil. Bagi masyarakat bawah, Evita adalah perempuan kharismatik yang penuh daya pesona dan mencintai mereka. Evita dirasakan sebagai pemberi daya hidup dan semangat bagi mereka. Ditangan Evita Peron-lah kehidupan massa rakyat Argentina tidak merasakan adanya perbedaan antara yang kaya dan yang miskin terkait pelayanan publik yang diberikan oleh negara. Suka atau tidak suka, politik populisme Juan Peron yang mahsyur disebut Peronisme itu pada awalnya justru disemai oleh Evita Peron, dan agenda tersebut setidaknya berhasil merobohkan sekat-sekat pemisah psikologis masyarakat antara kelas borjuis dan kelas proletar, antara elit dan massa rakyat.

Ini setidaknya terlihat dari bagaimana Evita di manapun selalu dielu-elukan sebegitu rupa oleh rakyat Argentina. Bahkan pada hari berkabung kematiannya itu konon tak kurang tujuh juta massa rakyat tumpah memenuhi jalan-jalan memberikan penghormatan. Tak hanya itu, penghormatan besar akan sosoknya juga nampak dari disematkannya atribut gelar resmi sebagai “Pemimpin Spiritual Bangsa” oleh Pemerintah. Tak berlebihan sekiranya sering dikatakan, Evita adalah figur politik legendaris bagi bangsa Argentina dan hampir-hampir dikultuskan oleh rakyat bawah.

Lahir pada tanggal 7 Mei 1919 di sebuah desa kecil di Los Toldos, sekitar 150-an kilometer dari Buenos Aires. Pada usia 15 tahun ia bertekad hijrah ke Buenos Aires. Cita-citanya ingin menjadi seorang artis. Berangkat dari keluarga miskin dan tanpa latar belakang pendidikan formal tentu sangat sulit bagi seorang remaja perempuan mencari peruntungan hidup di ibukota. Sekedar untuk bertahan hidup pun dia harus merelakan dirinya jatuh ke dalam pelukan lelaki yang satu ke pelukan lelaki yang lain. Hingga akhirnya Evita mendapatkan pekerjaan tetap pada sebuah stasiun radio. Sejak itu dia mulai mendapat peran-peran kecil yang secara perlahan mulai mengubah hidupnya.

Hidup Evita benar-benar berubah sejak dia bertemu Juan Peron pada sebuah acara amal terkait penangan bencana gempa bumi di Luna Park Stadium, 1944. Selain ganteng Juan Peron adalah seorang politisi penting di panggung politik negeri Tango. Dalam masa pemilu Juan Peron sebagai Presiden, Evita berkampanye habis-habisan mendukung suaminya. Melalui corong radio Eva mengajak kaum muda dan kaum miskin bergabung dalam gerakan Juan Peron, sebuah gerakan politik yang nantinya dan bahkan hingga kini di Argentina dikenal sebagai garis politik Peronisme. Tak disangka-sangka Evita merupakan seorang orator ulung berbakat. Selain piawai menggugah semangat orang miskin, ia juga pandai mengambil hatinya. Kekuatan retoriknya sangat menyentuh perasaan kaum miskin dan kaum buruh.Walhasil, terpilihlah Juan Peron sebagai Presiden Argentina pada 1946, dan serta merta kemenangan itu juga sekaligus mendudukkan Evita sebagai first lady.

Meski bukanlah seorang revolusioner Marxis seperti Fidel Castro atau Che Guevara, tapi sebagai Presiden kebijakan Juan Peron sangat nasionalistik, anti modal asing dan pro-buruh atau kaum miskin. Dia adalah seorang penganut populisme yang tak ragu menerapkan kebijakan intervensionistik untuk mengarahkan bandul ekonomi-politik sehingga memberi keuntungan bagi masyarakat kelas bawah. Model kebijakan Peronisme ini konon tak terlepas dari pengaruh politik dan peran penting dari istrinya, Evita. Kebijakan ini tentu saja tak terlalu disetujui oleh kalangan elite Argentina yang cenderung konservatif karena dominannya pengaruh militer dan Gereja Katolik.

Sayangnya, usia Evita teramat singkat. 26 Juli 1952 pada usia 33 tahun dia meninggal karena sakit kanker. Setelah kematiannya, kekuasaan Juan Peron pun limbung. Pada 1955 kekuasaannya digulingkan oleh sebuah kudeta militer dan Juan Peron melarikan diri ke Spayol, meskipun nanti pada 1973 ia balik dari pengasingan dan terpilih kembali menjadi Presiden Argentina untuk ketiga kalinya, yang sekali lagi menunjukkan kuatnya pengaruh garis politik Peronisme di Argentina yang entah sedikit atau banyak telah turut disemai oleh Evita.

Sebelum dipopulerkan oleh Madonna, Do not Cry for Me Argentina adalah sebuah lagu yang populer dinyanyikan oleh Julie Covington pada 1976. Lagu ini ditulis oleh Andrew Lloyd Webber dan Tim Rice saat keduanya meneliti kehidupan Evita dan didedikasikan baginya. Kedua orang ini memang dikenal genius menciptakan lagu-lagu opera seperti Phantom of the Opera, Cat and Jesus Christ Superstar dan Evita. Lagu ini memang sangat mahsyur, bukan saja di Amerika Latin dan khususnya di Argentina bahkan juga mendunia.

Memasuki awal 1997, Madonna kembali merilis lagu ini sebagai bagian dari soundtrack film musikal berjudul Evita. Apa yang menarik dicatat, film dibuat menghabiskan biaya 60 juta dolar AS ini menghadirkan ikon legendaris Che Guevara. Sosok ini diperankan oleh aktor macho, Antonio Banderas. Dalam film ini dikisahkan, bahwa kemampuan politik Evita, istri Presiden Juan Peron itu, menjadi terasah dan matang karena pernah bertemu dengan sosok Che Guevara pada sebuah bar di Buenos Aires. Singkat kata, film ini mau mengatakan bahwa Evita adalah kader yang diorganisir oleh Che Guevara.

Tentu banyak analis yang meragukan kebenaran kisah itu. Jelas, secara historis juga susah divalidasi kebenarannya. Tapi, terlepas daripada itu, rajutan kisah di film Evita ini, di mana dua tokoh legendaris yang notabene sama-sama berasal dari Argentina itu kemudian sejarah dari keduanya “dipertemukan,” jelas adalah sebuah tafsiran dan proses kreatif tersendiri sebagai upaya mempopulerkan film tersebut.

Tinggalkan Balasan