logo boleh merokok putih 2

2 Deklarasi Sebelum Proklamasi

Untuk mudahnya, momen pertama kita sebut “Proklamasi Gorontalo” yang terjadi tiga tahun sebelum Proklamasi Agustus 1945; sedangkan momen kedua sebutlah “Proklamasi Cirebon” yang terpaut lebih maju dua hari ketimbang Proklamasi Agustus 1945. Namun demikian dua momen deklarasi kemerdekaan Indonesia ini tidak sekalipun pernah diakui, bahkan dalam penulisan sejarah resmi Indonesia.

[dropcap]T[/dropcap]idak banyak diketahui masyarakat Indonesia, bahwa sebenarnya sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah pernah dibacakan dua deklarasi kemerdekaan Indonesia. Bukan di Jakarta tentunya, melainkan peristiwa itu justru terjadi Gorontalo dan Cirebon. Untuk mudahnya, momen pertama kita sebut “Proklamasi Gorontalo” yang terjadi tiga tahun sebelum Proklamasi Agustus 1945; sedangkan momen kedua sebutlah “Proklamasi Cirebon” yang terpaut lebih maju dua hari ketimbang Proklamasi Agustus 1945. Namun demikian dua momen deklarasi kemerdekaan Indonesia ini tidak sekalipun pernah diakui, bahkan dalam penulisan sejarah resmi Indonesia.

Kekalahan Belanda oleh Jepang dalam perang Asia-Pasifik, untuk sementara waktu telah menciptakan kekosongan pemerintahan di seluruh kawasan Hindia Belanda. Kasus ini juga terjadi di Gorontalo. Mendengar kabar itu, seorang pemuda bernama Nani Wartabone bergerak memimpin perjuangan rakyat Gorontalo, menangkapi para pejabat pemerintah Belanda yang ada di Gorontalo, mengeluarkan para tahanan dari penjara Belanda, dan kemudian dengan gagah berani mendeklarasi maklumat kemerdekaan Indonesia. Bendera Merah-Putih-Biru milik Belanda diturunkan, dirobek warna birunya, lantas sisanya pun dikibarkan, Merah-Putih.

Jumat 23 Januari 1942, tepat pukul 10.00 pagi (WIT), Nani Wartabone memimpin langsung upacara pengibaran bendera Merah Putih dengan diringi lagu Indonesia Raya di halaman Kantor Pos Gorontalo. Bertindak selaku inspektur upacara, dihadapan massa-rakyat yang berkumpul, Wartabone konon berkata:

“Pada hari ini, tanggal 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini sudah merdeka, bebas, lepas dan penjajahan bangsa mana pun juga. Bendera kita yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya. Pemerintahan Belanda sudah diambil oleh Pemerintah Nasional. Agar tetap menjaga keamanan dan ketertiban.”

Selanjutnya Wartabone mengumpulkan rakyat Gorontalo dalam sebuah rapat akbar di Tanah Lapang Besar Gorontalo untuk menegaskan kembali kemerdekaan yang sudah diproklamasikan itu, hal yang mengingatkan kita pada momen rapat raksasa di lapangan Ikada sebulan sesudah Proklamasi Agustus 1945.

26 Februari 1942 tentara Jepang mendarat di Gorontalo, dan deklarasi kemerdekaan Indonesia itu pada akhirnya hilang dirampas kembali oleh pemerintah pendudukan Jepang tanpa perlawanan yang berarti. Wartabone ditangkap dan dipenjara di Manado hingga Juni 1944. Jepang menyerahkan pemerintahan Gorontalo kepada Nani Wartabone. Namun dia kembali dipenjara dan dipindahkan ke Morotai, lalu ke penjara Cipinang di Jakarta, karena menolak menyerahkan pemerintahan Gorontalo kepada Australia sebagai wakil Sekutu. Wartabone baru dibebaskan pada tanggal 23 Desember 1949.

Proklamasi Cirebon dideklarasikan pada 15 Agustus 1945. Proklamatornya ialah Dr. Sudarsono, ayahnda dari Juwono Soedarsono. Konon, naskah proklamasi itu disusun Sutan Sjahrir, dibacakan di alun-alun Kejaksan di depan 150-an orang yang mayoritas adalah kader PNI Pendidikan.

Berawal dari siaran radio BBC pada 14 Agustus 1945 yang mengabarkan kekalahan perang Jepang oleh Sekutu, Sjahrir, pemimpin gerakan bawah tanah pada masa pendudukan Jepang, berambisi bisa memproklamirkan kemerdekaan di tanah air secepatnya. Syahrir berpendapat agar deklarasi kemerdekaan jangan dilakukan oleh PPKI karena khawatir akan dituduh sebagai negara boneka buatan Jepang. Syahrir mengusulkan agar Bung Karno sebagai pemimpin dan atas nama rakyat harus segera menyatakan kemerdekaan Indonesia lewat radio.

Menurut Soebadio, mulanya Bung Karno setuju dan berjanji pada Bung Syahrir akan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, selambat-lambatnya pada tanggal 15 Agustus 1945 setelah pukul 17.00 (WIB). Maka Sjahrir pun menggalang para pemuda untuk bersiap-siap melakukan mobilisasi dan aksi massa. Rencananya pemuda-pemuda ini akan masuk bergerak dari pinggir dan masuk ke kota Jakarta untuk merebut kantor berita Domei dan Markas Kenpetai.

Namun entah mengapa sore itu Bung Karno ingkar. Ini menyulut kemarahan sekelompok barisan pemuda radikal dibawah komando Soekarni, yang kemudian bergerak menculik Sokarno-Hatta dan membawanya ke Rengasdengklok. Tujuan ialah mengamankan kedua pemimpin tersebut dari pengaruh politik Jepang dan, sekali lagi, memaksa Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Sementara, barisan pemuda radikal dibawah kepemimpinan Bung Syahrir di Cirebon enggak mendengar informasi tentang pembatalan Bung Karno. Oleh karena itu, proklamasi di Cirebon tetap dibacakan oleh Soedarsono pada sore hari itu tanggal 15 Agustus 1945. Namun sayangnya dokumen naskah proklamasi versi Proklamasi Cirebon hingga kini tak pernah ditemukan.

Di sisi lain meskipun proklamasi kemerdekaan Indonesia dideklarasikan pada 17 Agustus 1945, namun pihak Pemerintah Belanda nampaknya hingga kini secara de jure mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949, yaitu pasca dicapainya kesepakatan KMB. Pasalnya seandainya Belanda mengakui de jure kemerdekaan Indonesia pada Proklamasi Agustus 1945, maka dengan demikian Belanda harus mengakui juga, bahwa apa yang mereka lakukan sebagai “aksi polisional” (1945 – 1949) itu sebenarnya adalah “agresi militer” terhadap suatu negara merdeka dan berdaulat. Dan karena itu konsekuensinya Belanda harus membayar seluruh kerugian material dan immaterial (war reparation) kepada bangsa Indonesia, sebagaimana yang pernah dilakukan Jepang kepada negara-negara di Asia Tenggara sebagai korban akibat agresi militer Jepang (1942 – 1945).

Sejarah kita mencatat, kemerdekaan sebuah bangsa sejatinya tak pernah merupakan hasil belas kasih orang lain. 70 tahun sudah kemerdekaan Indonesia dideklarasikan ke seluruh penjuru dunia, apakah Indonesia benar-benar sudah merdeka? Sekali Merdeka Tetap Merdeka! Ayo Kerja!

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Penulis

Waskito Giri

Waskito Giri

Penulis, pemilih Jokowi, dan meyakini Nusantara sebagai asal-usul peradaban dunia. Kolektor keris.